Melihat Kae-in begitu khawatir terhadap Chang-ryul, hati Jin-ho jadi panas ia tak tahan dan mau masuk ke Sang Go-jae lagi. Chang-ryul ia mencoba menghalangi Jin-ho masuk lagi tapi kali ini In-hae menengahi mereka berdua. In-hae membela Jin-ho dengan berkata kalau Chang-ryul hanya iri saja pada Jin-ho. Chang-ryul mencoba berkata kalau Jin-ho itu hanya pembohong, tapi In-hae selalu memotong pembicaraan Chang-ryul. Kae-in kaget juga melihat In-hae begitu perhatian dengan Jin-ho. In-hae menyuruh Kae-in membawa Jin-ho masuk. Kae-in menurut dan minta Chang-ryul bicara dengannya lainkali saja saat semua sudah tenang. Kae-in dan Jin-ho masuk rumah, Chang-ryul coba mencegah tapi dihalangi In-hae.
Begitu masuk kedalam rumah Kae-in langsung menanyakan keadaan Jin-ho, tapi Jin-ho yang sedang kesal berkata bahawa Kae-in sebaiknya memperhatikan pacarnya saja. Kae-in kaget mendengarnya. Jin-ho berkata tadi Kae-in berprilaku seperti pacar pada Chang-ryul karena terlihat begitu cemas saat melihat Chang-ryul jatuh (CEMBURU!!). Kae-in jadi gugup ia mencoba berbohong dan berkata bahwa tadi ia hanya berakting saja di depan Chang-ryul. Tapi Jin-ho tak percaya dan berkata kalau ia tahu Kae-in tak pandai berakting. Kae-in tetap pada pendiriannya dan bertekad akan menunjukan pada Jin-ho bahwa ia pandai berakting. Kae-in kemudian berniat mengambil kompres untuk muka Jin-ho, tapi Jin-ho menarik tangannya hingga Kae-in kesakitan. “Apa kamu benar-benar bisa?”. “Apa?”. “Kalau aku berkata Game over.. kamu akan benar-benar putus dengan Chang-ryul kah?”. Kae-in diam sebentar dan berkata dengan tegas “Ya. Aku bisa melakukannya”. Jin-ho menatap Kae-in dan melepas genggamannya sambil berkata “Kalau begitu apa kau bisa tepati janji ini?”. “Di dunia ini teman baikku adalah janjiku” kata Kae-in. Kae-in kemudian berkata kalau ia merasa tidak aman saat melihat In-hae begitu khawatir kepada Jin-ho tadi. Jin-ho berkata kalau ia tidak akan menjadi seperti yang dipikirkan Kae-in. “Hati orang bisa selalu berubah. In-hae adalah anak yang apa pun yang ia inginkan akan mendapatkannya. Dia ingin jadi temanmu maka ia pasti akan menjadi temanmu” kata Kae-in. “Hatiku.. hanya aku yang tahu bagaimana isinya. Kamu hanya perlu atur hatimu sendiri” kata Jin-ho.
In-hae pergi minum bersama Chang-ryul. Di sana In-hae berkata kalau Chang-ryul memberitahu Kae-in sekarang bahwa Jin-ho bukan gay itu tak ada gunanya. Chang-ryul tak mengerti maksud In-hae. In-hae menjelasakan bahwa Kae-in karena tahu Jin-ho adalah gay makanya mau jadi temannya. Tapi jika Kae-in tahu kebenarannya Kae-in akan melihat Jin-ho berbeda. Bagi Kae-in, Jin-ho dalah teman spesial lebih dari Chang-ryul yang dulu pernah mengkhianatinya. Jadi jika Chang-ryul mengungapkannya sekarang pasti ia akan kalah. In-hae juga berkata kalau mereka sekarang satu kapal. Chang-ryul tak mengerti. In-hae berkata kalau ia menyukai Jin-ho dan mau memilikinya. Chang-ryul kaget mendengaranya. In-hae berkata kalau sebaiknya mereka bekerjasama saja. Chang-ryul hanya diam masih tak percaya dengan pengakuan In-hae.
Kae-in akhirnya keluar menemui Chang-ryul dan terlihat oleh Jin-ho yang sedang ada di dapur. Mereka hanya berpandangan dan Kae-in tetap keluar. Jin-ho merasa kesal karena ia tahu Kae-in keluar untuk bertemu dengan Chang-ryul. Di luar Kae-in bersikap dingin pada Chang-ryul dan minta Chang-ryul mengatakan segera apa yang ia ingin katakan. Chang-ryul berkata kalau ia tidak suka Kae-in tinggal dengan Jin-ho meski ia tahu Jin-ho itu adalah Gay. Kae-in kesal Chang-ryul mencampuri kehidupan pribadinya karena sampai saat itu mereka belum jadian kembali jadi tidak ada hak untuk mencampuri kehidupan pribadinya. Chang-ryul terlihat sedih, ia berkata meski ia tidak suka, ia akan mencoba mengerti. Kae-in jadi tidak enak. Chang-ryul berkata kalau ia akan menuruti keinginan Kae-in kali ini karena Jin-ho bisa membuat Kae-in bahagia tapi ia memohon agar Kae-in membiarkan Jin-ho pergi dari rumahnya demi dia. Kae-in jadi tidak enak ia berkata ia akan mempertimbangkannya. Chang-ryul lalu menyuruh Kae-in masuk saja karena cuma hal itu yang ia ingin bicarakan. Kae-in menyuruh Chang-ryul pergi saja dulu, tapi Chang-ryul menolak dan berkata kalau ia ingin melihat Kae-in masuk.
Akhirnya Kae-in masuk dan ia melihat bungkusan plastik pemberian In-hae tadi tergeletak di lantai. Kae-in mengambilnya dan menyerahkannya pada Jin-ho yang ada di kamar. Jin-ho kaget menerimanya dan berkata kenapa ia harus minum minuman itu. “Ini adalah In-hae yang kamu cintai yang beli untukmu. Kalau kamu tak minum lalu siapa yang minum” kata Kae-in kesal. “Aku tak mau minum. Mau kau minum atau buang terserah kamu saja” kata Jin-ho. “Kamu tidak perlu sengaja begini demi aku. Kalau kamu ingin berteman dengan In-hae maka lakukan saja” kata Kae-in. “Apakah yang kamu katakan adalah benar?”. “Aku tidak bisa hanya memikirkan diriku sendiri hingga tidak biarkan kamu berteman dengan orang lain”. “Jadi yang kau maksud.. aku juga jangan mengaturmu berteman dengan siapa begitu kah?” kata Jin-ho kesal. “Kapan aku bilang begitu”. “Kamu bukankah pergi bertemu Chang-ryul. bukankah kau yang katakan jika aku katakan Game over.. maka kamu akan putuskan dia. Sekarang kau tidak tanya aku.. tetap keluar”. “Itu karena ada masalah sedikit. Apa ini pun harus minta tolong padamu? Lagipula aku takut kamu merasa dipusingkan oleh urusanku”. “Kalau begitu kelak kamu urus sendiri masalahmu” kata Jin-ho sambil menutup pintu kamarnya. Kae-in tak percaya Jin-ho berkata seperti itu, ia kesal dan membuang bukusan plastik tadi didepan kamar Jin-ho. Kae-in masuk kamarnya dan mengambil boneka Jin-honya. Dalam hati ia berkata kalau dibandingakan dengan melihat acara pernikahan In-hae dan Chang-ryul, ia lebih takut dengan kalimat In-hae tadi yang berkata Jin-ho-kami.
Keesokan harinya Jin-ho tak dapat konsentrasi kerja di kantornya. Ia ingin menelepon Kae-in dan minta maaf tapi ia urungkan. “Aku juga tak tahu kenapa mau begini. Jika aku sudah keterlaluan.. maka maafkanlah” gumam Jin-ho. Sementara itu Kae-in juga tak bisa konsentrasi kerja ia meninggalkan pesan suara untuk Jin-ho. Ia berkata kalau ia tidak ingin menyerah. Ia hanya hanya ingin balas dendam tapi malah membuat mereka bertengkar. Tapi Kae-in membatalkan pesan suara itu.
Jin-ho buru-buru pulang saat jam kerja telah selesai dan menolak ajakan makan bersama Sang-joon dengan alasan ia ingin istirahat. Sang-joon heran melihatnya, tapi ia lalu mengingatkan Jin-ho bahwa tanggal penyerahan draf gambar proyek musem sudah hampir tiba. Jin-ho berkata kalau ia sudah tahu dan akan mengurusnya. Ternyata Jin-ho tak langsung pulang hari itu, ia pergi ke supermarket membeli bahan makanan. “Kenapa kau harus melakukan semua ini” gumam Jin-ho heran dengan tindakannya sendiri. Saat tiba di rumah Jin-ho memanggil-manggil Kae-in tapi Kae-in belum pulang. Ia lalu melihat cuaca jadi mendung mau turun hujan.
Kae-in pulang dan turun di halte bis dekat rumahnya, saat itu hujan sudah turun dengan deras. Akhirnya ia nekat hujan-hujan untuk sampai rumah. Kemudian Jin-ho tiba di halte bis sambil membawa payung. Ia duduk menunggu Kae-in yang ia pikir belum datang, tapi ia kemudian melihat sebuah buku tertinggal di halte itu dan ia mengenali itu buku milik Kae-in. Kae-in tiba-tiba menyadari bukunya tertinggal ia ingin berbalik tapi tiba-tiba seseorang datang dengan payung membawakan bukunya. Kae-in kaget melihatnya dan tambah kaget saat melihat orang itu adalah Jin-ho. Di jalanan di bawah satu payung, Jin-ho berkata “Park Kae-in bukankah kau orang yang suka melihat ramalan cuaca kenapa tidak membawa payung”. Kae-in pura-pura kalau ia suka hujan-hujanan dan pergi meninggalkan Jin-ho. “Nanti orang akan menganggapmu seperti tikus yang tenggelam” kata Jin-ho menyusul sambil berjalan di samping Kae-in dan memanyunginya. “Kamu ini ingin bertengakar denganku di jalanan, iya kan?”. “Kamu kenapa tidak bisa siapkan dengan lengkap sedikit. Benar-benar ceroboh”. “Apa kamu baru pulang kerja? Apa kamu naik angkutan umum dan datang kesini? Kalau begitu mobilmu mana?”. “Aku sudah pulang sampai rumah”. "Kalau begitu kamu sengaja datang menjemputku, iya kan?”. “Walaupun aku tidak tahu kenapa membuatmu marah, tapi aku lihat kamu masih ada rasa tidak puas jadi demi baikan denganmu baru menjemputmu”. “Kalau begitu seharusnya kamu bawa dua payung. Lihat kamu kebasahan”. “Kalau begitu dekat sedikit sudah bisakan”. Kae-in mendekat dan menggandeng lengan Jin-ho. “Aku dulu merasa iri saat melihat ibu-ibu anak lain datang menjemput anaknya saat hujan. Tapi sekarang aku ada Jin-ho.. Jin-ho kamu seperti ibu. Jika bersama Jin-ho tidak akan ada orang yang bilang aku seperti tikus yang tenggelam” kata Kae-in senang. “Barusan waktu aku katai, kamu masih melototi aku. Sekarang kamu dengan enaknya mengatakan itu” kata Jin-ho sedkit kesal. “Aku bukannya tidak punya hati nuranikan”. “Kalau begitu kamu ada apa?”. “Kamu cari kesalahan apa lagi? Kita kan sedang berbaikan” kata Kae-in sambil mencubit Jin-ho. “Hati-hati kehujanan. Ke sini..” kata Jin-ho sambil merangkul Kae-in agar tidak Kehujanan. Dan mereka pun pulang sambil berangkulan. “Kamu lihat.. kamu masih bilang mereka berdua demi pekerjaan baru tinggal bersama” kata Hye-mi dan Tae-hoon yang sengaja memata-mati Jin-ho dan Kae-in. Tae-hoon mengelak dan berkata mungkin karena ada 1 payung makanya mereka berbuat seperti itu. Tapi Hye-mi tetap curiga dan tetap percaya dengan fillingnya kalau mereka berdua ada apa-apa.
Saat sudah sampai di rumah, Kae-in memberikan hadiah Jin-ho berupa miniatur apel sebagai tanda maafnya. Ia berkata kemarin seharusnya ia tidak emosi karena In-hae. Jin-ho mersa Kae-in pelit karena cuma memberikan itu sebagai rasa minta maaf. Kae-in mengelak ia berkata kalau Jin-ho juga tidak terlalu murah hati. Jin-ho hanya diam melihat Kae-in. Kae-in lalu berkata kalau pokoknya mereka sudah baikan. Jin-ho tersenyum. Kae-in berkata kalau ia sudah memberikan hadiah sebagai tanda bahwa hatinya lapang. Jin-ho lalu berkata kalau demi membuat mekanan untuk temannya yang satu ini ia sudah khusus pergi ke supermarket. Kae-in kaget dan senang mendengarnya. Ia bersandar didada Jin-ho dan berkata kalau Jin-ho ternyata juga benar-benar punya hati yang luas seperti laut. Jin-ho tersenyum mendengarnya. Kae-in lalu meminta Jin-ho membuatkn makanan untuknya. Jin-ho menyuruh Kae-in buat sendiri. Kae-in menggeleng dan berkata kalau Jin-ho pun sudah tahu kalau ia tidak pandai memasak. Jin-ho tersenyum lagi mendengarnya.
Young-soon dan Sang-joon pergi ke spa bersama. Sang-joon terlihat senang dan tak percaya Young-soon memintanya menjadi model pemotretannya. “Eonni apakah ini mimpi?” kata Sang-joon. Young-soon minta Sang-joon membuka kacamatanya dan kemudian plak!, Young-soon menampar Sang-joon “Sekarang merasa bagaimana? Jangan berlebihan aku hanya memintamu menjadi model beberapa lembar foto saja”. Sang-joon berkata kalau dirinya sebenaranya ingin jadi model meski ia hanya punya tampan yang lumayan dan sedikit lemak diperut. Young-soon enek mendengarnaya, tapi ia berkata kalau itu bisa diatur pakai efek. Sang-joon senang sekali mendengaranya. Young-soon lalu mengalihkan pembicaraan dengan berkata kalau kuku jari Sang-joon indah sekali. Sang-joon berkata kalau itu adalah salah satu daya tarik miliknya untuk menjerat wanita. “Wanita?” kata Young-soon heran. Sang-joon buru-buru berkata “Laki-laki tentunya”.
Kae-in dan Jin-ho jalan-jalan di taman. Jin-ho tanya kapan Kae-in berencana mengakhiri balas dendamnya. Kae-in tak tahu, tapi ia lalu berkata bagaiman kalau saat Chang-ryul melamarnya, Kae-in bercerita saat Chang-ryul memberi cincin ia akan langsung membuang cincin itu dan menginjak-injaknya. Lalu Kae-in berkata apa sebaiknya saat hari pernikahan saja ia akan lari hari itu.. “Bukan... Jin-ho saat itu kamu di depan Chang-ryul bawa aku pergi saja. Aku paling suka ide ini!” kata Kae-in semangat. “Kenapa aku harus melakukan hal itu” kata Jin-ho. “Betul, kamu bukan orang suka bersantai. Mana ada waktu demi aku melakuan hal seperti ini”. “Aku akan bantu kamu” kata Jin-ho tiba-tiba. Kae-in kaget mendengarnya. “Jika benar-benar berkembang sampai tahap itu. Aku akan bantu kamu. Karena kita adalah teman” lanjut Jin-ho. Kae-in tersenyum senang mendengarnya.
Kae-in dan Jin-ho sudah hampir sampai Sang Go-jae. Kae-in menarik tangan Jin-ho dan berkata “Nanti kamu tarik tanganku seperti ini.. lalu kita lari bersama”. “Kamu ini benar-benar suka membuat janji” kata Jin-ho. Mereka pulang sambil bergandengan tangan. Lalu tiba-tiba mereka melihat Ibu Jin-ho, Hye-mi dan Tae-hoon ada di depan Sang Go-jae. “Jin-ho.. Ya Tuhan.. kamu.. kamu bagaimana bisa” kata Ibu Jin-ho kaget dan kemudian pingsan melihat Jin-ho dan Kae-in bergandengan.
Ibu Jin-ho lalu di bawa masuk ke kamar Jin-ho. Kae-in datang membawa minuman untuk membantu. Tapi Hye-mi menuruhnya pergi saja, tapi Kae-in tetap di dalam kamar dan tanya bagaiman keadaan ibu Jin-ho. “Kamu kenapa bisa seperti ini.. aku begitu mempercayaimu saat kamu bilang hal itu.. jadi baru tinggal di Sang Go-jae ini. Aku merasa kasihan sekali padamu saat itu, tapi kamu membelakangi ibu tinggal bersama wanita lain” Kata Ibu Jin-ho kecewa. “Bukan begitu ibu!” kata Kae-in mencoba menjelaskan. “Ibu!! Kamu atas dasar apa memanggil ibuku sebagai ibumu” kata Hye-mi kesal. Jin-ho minta Hye-mi tenang sedikit. Hye-mi kesal ia berkata, ia bereaksi seperti itu karena ia adalah tunangan Jin-ho. “Tunangan?” tanya Kae-in kaget. Jin-ho jadi khawatir melihat reaksi Kae-in. “Ya. Aku adalah tunangan Jin-ho oppa”. “Jin-ho.. sebentar.. kita keluar bicara sebentar” ajak Kae-in. Hye-mi melarang tapi Ji-ho akhirnya keluar bersama Kae-in.
Jin-ho dan Kae-in masuk ke kamar Kae-in. Kae-in berkata sebaiknya Jin-ho terus terang saja pada ibunya tentang kenyataannya. “Kenyataan apa?” kata Jin-ho bingung. Kae-in berkata akan sangat kasihan jika wanita tadi (Hye-mi) terus menganggap Jin-ho sebagai tunangannya padahal Jin-ho tak mungkin menikahinya. Jin-ho mengerti sekarang dan sedikit kesal menedengarnya. “Lagi pula jantung bibi sepertinya juga tidak baik hingga sampai sekarang tidak tahu. Jadi kamu sebaiknya mengatakan lebih awal. Selagi ada kesempatan katakan yang sejujurnya. Aku rasa ia bisa mengerti kamu” kata Kae-in. “Sekarang bukan waktunya untuk mengatakan hal ini” kata Jin-ho dan mau pergi. Kae-in mencegah dan berkata "Jin-ho, sebagai ibu ia pasti bisa mengerti keadaan anaknya sendiri. Meskipun awalnya pasti akan terpukul. Tapi harusnya ia bisa mengerti kamu” kata Kae-in. Jin-ho sudah kesal, ia berkata “Apakah kamu ingin memberitahu ibuku bahwa aku adalah gay?”. “Ya”. “Apa kamu masih normal?”. Tiba-tiba pintu terbuka ternyata ibu Jin-ho, Hye-mi dan Tae-hoon menguping pembicaraan mereka. Kae-in dan Jin-ho kaget melihat mereka. “Gay” teriak Hye-mi. Tae-hoon dan Hye-mi masih tak percaya. Ibu Jin-ho juga keget dan hampir pingsan lagi. Tapi Jin-ho buru-buru berkata “Bukan ibu.. aku bukan gay”. Kae-in kecewa Jin-ho berbohong pada ibunya. "Nona Kae-in.. kamu kesini” kata Jin-ho tiba-tiba. Kae-in kaget dan hanya diam saja. Jin-ho menyeretnya mendekat. “Ibu. Aku mencintai dia dan akan menikahinya” kata Jin-ho sambil merangkul Kae-in. Semua orang kaget mendengarnya. “Aku ingin menikah dengannya” kata Jin-ho menegaskan lagi. “Jin-ho” kata ibu Jin-ho bingung. Jin-ho lalu menyuruh Kae-in memberi salam pada ibunya. Kae-in mulanya ragu, tapi ia akhirnya melakukannya. Hye-mi menangis dan pergi dari sana, Tae-hoon menyusul Hye-mi. Ibu Jin-ho hampi jatuh pingsan lagi dan berkata “Gay.. kamu bukan gay betul kan?”. “Bukan” . “Nama.. nama kamu siapa tadi?”. “Park Kae-in” kata Kae-in. “Nona Kae-in.. kamu.. cinta Jin-ho kami kah?”. Jin-ho dan Kae-in kaget mendengarnya. Jin-ho memberi tanda agar Kae-in menjawabnya ya, tapi Kae-in memberi tanda tidak setuju. Ibu Jin-ho menunggu dan Kae-in langsung bilang “Ya. Aku mencintai Jin-ho”.
Malam harinya Kae-in sendirian di rumah, ia masih tidak percaya apa yang dikatakan Ji-ho tadi. “Walaupun mendadak tapi bagaimana bisa berbohong begini. Apalagi di depan ibu.. apa ia mau kelak aku menanggung akibatnya” gumam Kae-in sendiri. Tiba-tiba Young-soon datang, ia berkata kalau ia merasa khawatir dengan Kae-in makanya datang kesana. Kae-in tak mengerti. Young-soon berkata kalau ia khawatir dengan hubungan Kae-in dan Jin-ho yang aneh dan terlihat seperti bukan hubungan pertemanan biasa bahkan seperti sedang pacaran. “Aku dan dia bagaimana mungkin pacaran” kata Kae-in. Young-soon berkata kalau ia tadi mengikuti Kae-in dan ia melihat Kae-in dan Jin-ho berjalan berduaan sambil menyanyi. Kae-in berkata ia hanya sedang latihan demi membalas dendam pada Chang-ryul. Young-soon tetap tak percaya, ia berkata Kae-in hanya menggunakan alasan balas dendam agar bisa terus bersama Jin-ho. Kae-in tak bisa mengelak kali ini. Young-soon menyuruh Kae-in sadar karena Jin-ho tak mungkin tertarik padanya. Kae-in berkata kalau situasinya sekarang sudah semakin parah. Young-soon langsung tanya ada masalah apa. “Jin-ho mau menikah denganku” kata Kae-in.
Sementara itu Jin-ho setelah mengantar pulang ibunya menemui Hye-mi yang sedang di tenangkan oleh Tae-hoon karena ingin bunuh diri. Jin-ho berkata kalau selama ini Hye-mi pun tahu kalau ia tak mencintainya. Hye-mi berkata bukanah sudah cukup kalau ia yang mencintainya. “Cinta bukan masalah satu orang”. “Aku bisa laksanakan itu”. “Orang yang mencintai kamu adalah orang ini” kata Jin-ho sambil menarik Tae-hoon. “Sama seperti kamu yang cinta sepihak padaku. Orang ini juga sama. Karena kamu orang ini juga benar-benar ikut sedih” lanjut Jin-ho. “Tapi aku tak mencintainya”. “Kalau begitu .. kamu mau demi aku yang tak mencintaimu pergi bunuh diri? Kalau begitu kamu lakukan saja”. “Hyung bagaimana bisa kamu katakan perkataan yang begitu sadis” kata Tae-hoon. Tae-hoon kemudian menutup telinga Hye-mi dan berkata “Jangan dengar. Jangan dengar. Jangan dengar”. “Kamu jangan lihat aku. Coba lihat orang ini. Mungkin nanti kamu jatuh cinta padanya” kata Jin-ho pergi meninggalkan mereka berdua. Tae-hoon lalu memeluk Hye-mi dan berkata “Tak apa – apa Hye-mi kalau kamu mau menangis.. menangis saja yang kuat”.
Young-soon masih kaget mendengar perkataan Kae-in tadi. Ia merasa Jin-ho terlalu tidak normal, bagaimana bisa menggunakan Kae-in untuk hal seperti itu. Kae-in berkata kalau Jin-ho sangat mencintai ibunya. Young-soon khawatir bagaimana nanti jika ibu Jin-ho benar-benar menyuruh mereka menikah. “Aku setuju saja tak bisakah?”. “Apa! Kamu sudah gila ya?”. “Jin-ho sepenuhnya tak punya keberanian mengatakan hal sebenarnya pada ibunya. Aku ingin seumur hidup begini. Demi dia, halangi angin dan hujan yang mendera. Begitu tak bisakah?” kata Kae-in. Young-soon semakin kaget tak percaya. "Kamu gila ya! gila juga harus ada gunanya. Kamu searang sedang pirkan apa? Mau menjaga seorang laki-laki yang sepenuhnya tak mungkin mencintai wanita seperti kamu”. “Hidup sebagai taman tak bisakah?”. “Kae-in.. kita masih ada banyak hal yang bisa kita kerjakan bukannya tidak ada yang tidak bisa dikerjakan. Dasar anak bodoh”. “Jin-ho terhadapku selalu baik. Setidaknya akupun harus baik pada ibunya.. aku.. kalau ada hal yang bisa kulakukan hanya itu aku rela”. “Kamu hanya menggunakan pertemanan sebagai alasan iya kan? Kamu hanya ingin berada didampingnya makanya berbuat begini iya kan?”. Kae-in tak bisa membalas. Young-soon merasa bersalah karean dulu ia lah yang mendorong Kae-in agar mau tinggal bersama Jin-ho. Saat pulang Young-soon tiba-tiab ada ide untuk mengatasi masalah itu.
Kae-in merenungi keputusannya di teras. Tiba-tiba Jin-ho datang. Kae-in tersenyum dan Jin-ho membalasnya. Mereka lalu ngobrol diteras. Kae-in tanya bagaiman keadaan ibu Jin-ho. Jin-ho minta maaf karena membuat kaget Kae-in hari ini. Kae-in berkata kalau ia tak apa-apa dan ia mengerti kalau Jin-ho sangat mencintai ibunya makanya berkata seperti itu. “Hanya perlu tunggu ia sedikit tenang dulu saja” kata Jin-ho. “Jin-ho.. jika... aku bilang jika.. jika kamu benar-benar tak ada keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya pada ibumu.. jadi tetap ingin bersama laki-laki tapi menikah dengan seorang wanita didepan ibumu... Aku Bisa Bantu Kamu”. Jin-ho kaget mendengarnya. “Jika aau bisa menjadi perisaimu.. kamu tak perlu memikirkan orang lain dan bisa melakukan apa yang ingin kamu lakuakan” kata Kae-in. Jin-ho kesal, ia berdiri dan berkata “Apa kamu merasa ini tindakan yang benar?”. Kae-in tak mengerti. “Harus menikah dengan orang yang dicintai barulah tidakan yang benar. Apa kamu tak ada pikiran sehat seperti ini?” kata Jin-ho. Kae-in hanya diam menunduk. “Masih harus aku katakan berapa kali lagi agar kamu bisa mencintai diri kamu sendiri baru kamu mengerti?” teriak Jin-ho. Kae-in berdiri dan berkata “Tapi kamu.. bukankah tak bisa menikahi orang yang kamu cintai. Walaupun kau tak mengganggapku sebagai wanita yang untuk dicintai aku rela.. jika itu adalah denganmu, aku merasa aku bisa seumur hidup bersamamu”. “Karena begini, kamu mau hidup seumur hidup ditipu orang. Ternyata pemikiran menikah dengan seoranng gay adalah pemikiran yang sangat bodoh”. “Walaupun aku sangat bodoh. Tapi setidaknya kamu akan merasakan bahwa aku adalah temanmu yang terbaik didunia ini. Jadi demi kamu aku bisa lakukan apa pun” kata Kae-in sedih. Jin-ho sudah tak habis pikir Kae-in bisa berkata seperti itu demi dia. Ia lalu berkata “Kita jangan jadi teman lagi. Aku benar-benar sangat capek. Tidak usah teruskan ini lagi”. Jin-ho kemudian masuk kamarnya. Kae-in terdiam dan menahan tangisnya.
Di dalam kamar Jin-ho sangat pusing, ia lalu bergumam “Kamu seharusnya tanya aku.. bisa tidak anggap kamu sebagai wanita untuk dicintai. Itu baru betul! Wanita bodoh ini!”. sementara itu Kae-in di dalam kamarnya mengambil boneka Jin-honya dan berkata “Bagaimana ini.. kelak sampai jadi temanpun tak bisa”.
Chang-ryul menelepon Kae-in dan tanya apa ia bisa bertemu hari ini. Kae-in berkata tak bisa karena ia sedang tak mood bertemu Chang-ryul. Chang-ryul memaksa. Asisten Kim datang memberitahu ayah Chang-ryul ingin Chang-ryul datang menemuinya. Chang-ryul memberi isyarat agar asisten Kim diam. Kae-in tetap tak mau dan menutup telepon Chang-ryul.
Chang-ryul datang kekantor ayahnya dan tak sengaja mendengar ayahnya sedang telepon dengan Prof. Park. Ayah Chang-ryul berkata pada Prof. Park bahwa ia ingin bertemu dengan Prof. Park untuk membicarakan pernikahan anak-anak mereka. Chang-ryul kaget mendengarnya, ayah Chang-ryul memberi isyarat agar Chang-ryul diam. Ayah Chang-ryul tanya kapan Prof. Park pulang jika masih lama ia bisa datang menemui Prof. Park di Inggris. Chang-ryul semakin kaget dan mau menghentikannya, tapi Ayahnya memberi isyarat lagi agar Chang-ryul tidak ikut campur. Prof. Park berkata kalau ia tidak lama lagi akan pulang. Ayah Chang-ryul senang sekali dan berkata ingin sekali membuat janji bertemu setelah Prof. Park setelah ia pulang, kemudian percakapan telepon berakhir. Chang-ryul kesal ia langsung tanya apa maksud ayahnya berbuat seperti itu padahal ia sudah memberitahu bahwa masalahnya dengan Kae-in ia bisa selesaikan sendiri. Ayah Chang-ryul berteriak bahwa sudah tak ada waktu lagi dan berkata bahwa sekarang manajemen perusaam Meiseu sudah diserahkan hampir sepenuhnya pada Do-bin dan sekarang Do-bin sedang baik pada Jin-ho. Ia takut Do-bin dalam hatinya sudah putuskan Jin-ho sebagai pemenangnya. Chang-ryul berkata bukankah sudah cukup kalau mereka memberikan desain yang lebih bagus dari Jin-ho. “Bodoh.. ada jalan yang mudah kenapa harus putar jalan” kata ayah Chang-ryul. Ia juga berkata bahwa Do-bin masih menunggu Prof. Park mau menjadi arsiteknya, jadi jika bisa menarik Prof. Park disisi mereka maka mereka akan memenangkan tander kali ini. Chang-ryul kesal ia berkata bukankah ayahnya sudah memberikan tanggung jawab penuh kepadanya untuk proyek kali ini. Ayahnya berkata bahwa tugas Chang-ryul adalah menangkap kembali hati Kae-in.
Chang-ryul menemui Kae-in di gedung Maiseu. Kae-in kaget melihatnya dan berkata bukankah ia sudah bilang tak ingin bertemu hari itu. Chang-ryul berkata ada yang ia ingin katakan pada Kae-in. Kae-in dengan dingin berkata apa tidak bisa dikatakan lain kali saja karena ia sedang ada banyak kerjaan. “Jin-ho.. sampai kapan ia mau tinggal di Sang Go-jae?”. “Kamu datang cuma mau katakan ini kah? Bukankah kamu bilang bisa mengerti dan bilang bisa menunggu”. “Betul, tapi.. tinggal bersama dalam satu rumah bukankah sedikit keterlaluan. Kamu gadis yang begitu polos, tapi tinggal bersama dengan orang yang keji”. “Jika kamu masih katakan hal jelek tentang Jin-ho sebaiknya kamu jangan katakan lagi. Kamu tahu.. bagaimana aku sulit melewati waktu itu. Waktu saat kamu datang mencariku dan berkata karena akau tak bisa memberikan semuanya padamu makanya kau membuangku.. waktu itu bersama Jin-ho sambil minum aku sudah katakan semuanya padanya tapi hatiku tetap tak bisa tenang. Dia bilang aku bukan wanita, aku hanya seorang gadis muda. Jin-ho adalah orang yang selalu menemaniku saat itu. Jadi walaupun kau katakan ingin kembali padaku saat ini tapi luka yang kau berikan saat itu belum benar-benar sembuh. Saat ini pun aku belum ada persiapan menerimamu kembali. Dan juga... sekarang dibandingkan kau.. temanku Jin-ho jauh lebih penting” kata Kae-in. “Jeon Jin-ho.. apakah sebegitu pentingnya bagimu?”. “Ya, sekarang adalah begini”. “Baiklah, aku mengerti. Kamu kerja lagi saja” kata Chang-ryul sedih kemudian pergi dari sana. Saat akan pulang Chang-ryul berpapasan dengan In-hae. Ia bertanya apa In-hae yakin bisa mendapatkan Jin-ho. “Tentu”. “Kalau begitu kamu harus berhasil”. “Kenapa?”. “Kamu harus berhasil. Lalu pisahkan Kae-in dari sisi Jin-ho”. “Kae-in bilang apa padamu?” kata In-hae curiga. “Dibandingkan dengan aku, dia jauh lebih menghargai Jin-ho”. “Benar-benar seperti yang aku katakan, iya kan? Kae-in ada maksud lain pada Jin-ho”. “Aku minta tolong kamu. Kali ini aku tak ingin gagal dalam percintaan” kata Chang-ryul kemudian pergi dari sana.
Dikantor Jin-ho sedang memperlihatkan beberapa gambar draf museum yang sudah jadi pada Sang-joon. Tiba-tiba Jin-ho mendapat telepon dari Young-soon. Sang-joon kaget dan heran Young-soon menelepon Jin-ho. Young-soon berkata agar nanti malam Jin-ho langsung pulang saja karena ia ingin makan melam bersama Jin-ho. Jin-ho menyanggupinya. Sang-joon heran ia tanya Young-soon ada urusan apa menelepon Jin-ho. Jin-ho berkata kalau Young-soon akan menyiapkan malam dan menyuruhnya langsung pulang nanti. Sang-joon senang dan mau ikut makan malam bersama. Jin-ho berkata buankah Sang-joon ada janji malam itu. Sang-joon berkata kalau ia kan membatalkan janji itu. Tiba-tiba karyawan Jin-ho datang dan berkata kalau ada telepon dari Chang-ryul. Jin-ho dan Sang-joon kaget mendengarnya.
Ternyata Chang-ryul ingin bertemu dengan Jin-ho dan mereka bertemu di bawah jembatan. Jin-ho tanya ada hal apa Chang-ryul ingin bertemu dengannya. Chang-ryul berkata kalau ia tidak pernah sekalipun menunggu Kae-in sampai saat itu. Ia lalu bercerita dulu Kae-in lah yang selalu menunggunya jika mereka janjian. “Buat apa kamu ceritakan semua ini padaku?”kata Jin-ho. Chang-ryul tetap bercerita, Kae-in tetap akan menunggunya meski ia datang kemalaman dan sekarang ia tahu bagaimana rasanya menunggu itu saat Kae-in belum bisa membuka hatinya lagi untuknya. “Kamu sebenarnya katakan semua ini padaku buat apa?” kata jin-ho lagi. “Aku tahu kamu bukan gay” kata Chang-ryul. Jin-ho kaget mendengarnaya. “Bagaimapun juga aku tak percaya saat kamu bilang gay padaku, makanya suruh orang menyelidikinya. Awalnya aku ingin memberithau Kae-in karena kamu demi mendekati kepala Choi berpura-pura jadi gay. Tapi tak bisa. Karena jika begitu.. Kae-in akan mengusirmu dari Sang Go-jae. Kae-in lebih menghargaimu dari pada aku sekarang. Jika ia tahu teman yang begitu dipercayainya adalah seorang pembohong besar. Kae-in takutnya akan sedih lagi. Jadi tak peduli bagaimana.. aku sudah putuskan tidak akan membuat Kae-in sedih lagi. Jadi Jeon Jin-ho.. kamu sekarang sebaiknya pindah dari sana. Dengan status masih sebagai teman pergi dari sisinya. Aku merasa kamu sudah cukup mengerti perkataanku bukan?” kata Chang-ryul kemudian pergi meninggalkan Jin-ho.
Jin-ho menunggu Kae-in dalam keadaan kesal. Saat Kae-in pulang ia langsung pura-pura bahwa mereka telah menemukan anak Young-soon. Jin-ho kecewa dan berkata “Perkataanku yang bilang sebaiknya kita menikah ternyata telah membuatmu kaget iya kan?”. Kae-in kaget mendengarnya. “Apakah kamu mau begini terus.. kekhawatiran sepanjang hidup akan berubah menjadi candaan”. “Jin-ho”. “Langsung dorong kepada kepala Choi kan sudah bisa. Seperti inikah pemikiranmu?”. “Kamu jelas tahu bukan begitu”. “Tidak peduli bagaiman masih lumayan beruntung. Selama ini mengira kamu sangat bodoh.. tidak terpikir ternyata masih bisa gerakkan otak”. “Kamu sedang katakan apa?”. “Akhir minggu ini aku akan pindah keluar”. “Kamu bilang apa?” kata Kae-in kaget. “Sisa uang sewanya akan aku tunggu jika kamu sudah temukan orang sewa baru, saat itu baru kamu kembalikan padaku” kata Jin-ho kemudian mau pergi dari sana. “Jin-ho.. kamu mau pergi kemana?” kata Kae-in mencoba menghalangi. “Aku mau keluar”. “Apa! Kamu mau pergi sekarang kah?”. “Betul” kata Jin-ho kemudian pergi dari Sang Go-jae.
Kae-in termenung sendiri di teras. “Laporan cuaca park Kae-in: seorang pasangan yang mengikuti angin musim semi yang hangat.. malam seorang teman. Musim panas segera datang. Tapi aku pikir tidak akan ada musim panas yang begitu.. semua tetap sama terasa dingin tidak bisa mempererat bahu”.
Keesokan harinya ternyata Jin-ho tidak pulang kerumahnya dan malah kembali ke kantor. Sang-joon heran melihat sikap Jin-ho, ia memberanikan diri mengajak Jin-ho makan, tapi Jin-ho menolaknya dan menyuruh Sang-joon pergi saja. Sang-joon pergi, Jin-ho tak bisa konsentrasi kerja ia memikirkan perkataan Chang-ryul kemudian bergumam “Apa kau sudah puas sekarang? Malah sampai jadi temanpun tak bisa”. Tiba-tiba In-hae datang. Jin-ho mengira itu Sang-joon dan berkata kalau ia tak selera makan. “Kenapa tak selera makan?” kata In-hae. Jin-ho kaget dan bertanya sedang apa In-hae datang kesana. In-hae berkata kalau perusahaannya memberikan beberapa lembar tiket pertunjukan musik dan minta Jin-ho menemaninya. “Tak mau” kata Jin-ho sambil mengambil mantelnya dan mau pergi dari sana. “Kae-in hari ini juga mendapat tiket dari kepala Choi. Chang-ryul dua hari ini terus datang ke gedung Maiseu demi berbaikan kembali dengan Kae-in. Hari ini mereka juga bersama melihat pertunjukan musik ini”. “Hal ini tak ada hubungannya denganku” kata Jin-ho dan mau pergi lagi. In-hae berkata “Kae-in sekarang sepertinya juga ingin kembali kesisi Chang-ryul. Bukankah sebagai teman kamu seharusnya mau membantunya.. atau jangan-jangan kamu tak mau bantu diakah? Jika kamu pergi bersamaku, aku rasa Kae-in bisa lebih fokus pada hubungannya dengan Chang-ryul, iya kan?”.
Kae-in bersama Chang-ryul sedang menunggu pertunjukan di lobby. Chang-ryul berkata kalau Kae-in terlihat paling cantik disana. Kae-in tidak merespon. Tiba-tiba mereka melihat Jin-ho datang bersama In-hae. Kae-in kaget melihatnya. Chang-ryul memberi tanda pada In-hae dan In-hae dengan sengaja menunjukan kemesraan bersama Jin-ho pada Kae-in. Kae-in tidak suka melihatnya dan Jin-ho pun tak bisa mengelak. Saat di dalam pertunjukan kedua pasangan ini duduk bersebelahan dan In-hae terus-terusan sengaja melihatkan manuver-manuvernya. Kae-in tak tahan dan pergi dari sana. Chang-ryul mengejar, Jin-ho pun ingin ikut mengejar tapi dihalangi In-hae.
Di luar Chang-ryul berhasil mengejar Kae-in dan bertanya sebenarnya ada apa hingga Kae-in bersikap seperti itu. Di sisi lain Jin-ho dan In-hae akhirnya ikut keluar juga dan melihat mereka berdua. “Aku benar-benar tak bisa lakukan ini lagi” kata Kae-in. “Lakukan apa?”. “Aku sebenarnya demi membalas dendam padamu baru berbuat begini padamu. Sama seperti saat kamu membuang aku, aku juga ingin lakukan hal yang sama. Tapi aku juga tidak ingin melakukan hal begini lagi. Aku benar-benar tak bisa melakukan ini lagi”. “Kae-in jadi kau mengatakan ini karena merasa bersalah padakukah? Aku tidak apa-apa jika itu bisa membuatmu balik padaku” kata Chang-ryul. “Salah. Kamu tak bisa membuatku kambali padamu lagi". “Kae-in”. “Chang-ryul kamu sama sekali tak tahu hatiku.. hatiku sekarang sebenarnya mengarah kepada siapa” kata Kae-in. Jin-ho yang mendengar sejak tadi akhirnya bergerak menuju Kae-in. Ia menarik tangan Kae-in dan berkata “Game over”. Kae-in kaget melihat Jin-ho disana dan terlebih lagi Jin-ho tiba-tiba menciumnya dihadapan Chang-ryul dan In-hae.
credit to: maldoeopsi
0 comments:
Post a Comment