Jumong - Episode 12

Written by Yui Shinji 0 comments Posted in:

Episode Jumong yang penuh air mata...

Yoo Hwa sangat terkejut. Ia tidak mempercayai apa yang dilihatnya. "Hae Mo Su..."
Hae Mo Su: Nona..?
Yoo Hwa menangis. "Hae Mo Su... Apa aku bermimpi? Apa kau benar-benar Hae Mo Su?"
Hae Mo Su sama terkejutnya dengan Yoo Hwa. "Nona..."
Yoo Hwa menangis dan berlari ke pelukan Hae Mo Su, "Walau ini hanya mimpi, aku tidak keberatan. Walau sepasang lengan yang memelukku ini hanyalah bayangan Hae Mo Su, aku tidak keberatan."

Yoo Hwa dan Hae Mo Su duduk di padang rumput dekat gubuk. Yoo Hwa menceritakan apa yang dialaminya ketika Hae Mo Su ditangkap. "Saat aku pergi ke Hyeon To City untuk melihatku, aku sudah mengandunng anakmu. Walaupun aku melihatmu diikat, aku tidak bisa berbuat apa-apa dan memutuskan untuk pergi... Demi melindungi darah dagingmu agar tetap hidup." Yoo Hwa terdiam sejenak, kemudian melanjutkan, "Setelah aku melahirkan anak kita, aku akhirnya tahu bahwa Raja BuYeo sebelumnya yang menyebabkan kematianmu. Karena itulah aku kembali ke BuYeo dan berharap jika anak kita tumbuh dewasa, ia akan mewujudkan impian hebat yang tidak bisa diselesaikan oleh Hae Mo Su. Aku juga berharap ia bisa membalas dendam pada BuYeo, yang telah membunuh ayahnya. Aku berharap ia akan mewarisi kemampuan memanahmu yang legendaris, maka aku memberinya nama.. Jumong."
Hae Mo Su tersenyum. "Jumong... Apa Jumong adalah putraku?"
Yoo Hwa menoleh: Apa kau mengenal Jumong?
Hae Mo Su: Penjara rahasia tempat Jumong bersembunyi adalah tempat dimana aku dikurung selama 20 tahu.
Yoo Hwa menangis, "Maafkan aku... Aku tidak mendapat firasat bahwa kau masih hidup, maafkan aku..."
Hae Mo Su: Nona...
Yoo Hwa: Aku harus bertemu Jumong. Aku harus mengatakan padanya tentangmu, siapa kau, bagaimana kau bertahan hidup.. Aku akan mengatakan semuanya..."
Hae Mo Su: Tidak, jangan katakan padanya. Ayah Jumong adalah orang yang telah membesarkannya, Geum Wa. Aku tidak pernah melakukan apapun padanya. Bagaimana bisa aku pantas menjadi ayahnya?
Yoo Hwa: Jumong dan aku akan hidup bersamamu selama sisa hidupmu.
Hae Mo Su: Tidak, Nona. Sekarang, setelah aku bisa bertemu denganmu, aku tidak punya rasa penyesalan lagi. Keberadaanku hanya akan menjadi ancaman untu BuYeo... untukmu.. untuk Jumong... dan untuk orang yang telah menjaga kalian, Geum Wa...
Yoo Hwa menangis dan memeluk Hae Mo Su.
Malam itu, ketika Jumong sudah tertidur di sampingnya, Hae Mo Su menangis dan menggenggam tangan Jumong. Ia menyentuh wajah Jumong.

Yoo Hwa memutuskan untuk pergi bersama Hae Mo Su. Ia menemui Geum Wa untuk berterima kasih atas apa yang selama ini Geum Wa lakukan untuk Yoo Hwa dan Jumong. "Aku memiliki permintaan terakhir, Yang Mulia. Aku telah bertemu Hae Mo Su."
Geum Wa terkejut. "Hae Mo Su? Dimana dia?"
Yoo Hwa: Ia takut melibatkan Yang Mulia lebih jauh, karena itulah ia tidak ingin bertemu Yang Mulia. Tolong izinkan aku menghabiskan sisa hidupku dengan Hae Mo Su. Izinkan aku, Yang Mulia."
Geum Wa tersenyum pada Yoo Hwa. "Bawa Hae Mo Su kemari. Hiduplah dengannya sepanjang sisa hidupmu, dan aku akan melindungi kalian." Geum Wa menghapus air mata Yoo Hwa. "Jangan menangis lagi."
Yoo Hwa: Aku tidak bisa menerima kebaikan Yang Mulia lagi. Izinkan kami pergi.
Geum Wa: Biarkan aku bertemu Hae Mo Su dan membujuknya.
Hae Mo Su melihat Jumong memanah. Jumong melepaskan anak panah satu demi satu ke arah target perlahan-lahan.
"Berhenti." ujar Hae Mo Su. Ia meminta busur pada Jumong dan memasang target. "Apa posisi ini sudah benar?"
Jumong mengukur target yang dipasang Hae Mo Su. "Dua inchi ke kiri. Kira-kira tiga inchi kebawah."
Hae Mo Su menurunkan tangannya. "Ketika kau melawan ribuan prajurit, tidak peduli sekuat apapun kau memanah, jeda melepaskan panah antara panah yang satu dan yang selanjutnya terlalu lama, kau akan terbunuh sebelum sempat melepaskan panah kedua. Pemanah yang handal harus bisa memanah seperti kilatan api. Kau harus menargetkan sekali dan melepaskan semua panah sekaligus. Berikan semua panah."
Jumong memberikan semua panah pada Hae Mo Su. Hae Mo Su melempar panah ke tanah supaya menancap disana. Ia merentangkan busurnya dan menembakkan anak panah satu demi satu dengan sangat cepat. "Cobalah." kata Hae Mo Su.
Jumong mencoba memanah. Namun banyak diantara panah itu yang meleset tanpa mencapai target.
Hae Mo Su tersenyum. "Berapa banyak yang mengenai target?" tanyanya.
Jumong: Hanya tiga.
Hae Mo Su mengangguk. "Tidak buruk untuk pemula. Saat busur panah menjadi satu dengan tubuhmu kau akan bisa mengenai target seluruhnya. Kelihatannya kau berbakat dalam memanah, bahkan lebih dari aku."
Jumong tersenyum senang. "Mungkin itu semua dari ayahku. Ibuku memberiku nama Jumong karena berharap aku mewarisi kemampuan memanah ayahku."
Hae Mo Su hanya bisa diam dan tersenyum pahit.

Setelah selesai berlatih, Jumong dan Hae Mo Su berjalan di padang rumput.
"Jumong, dulu aku bertekad untuk mengubah dunia. Tapi aku gagal memenuhi janji untuk melindungi seorang wanita." Hae Mo Su menggenggam tangan Jumong. "Kau... tidak boleh melakukan kesalahan itu. Jika kau tidak bisa melindungi orang yang ada di sisimu, bagaimana kau akan bisa melindungi orang-orang di negerimu? Ibumu... pasti seseorang yang sangat bijaksana dan cantik. Kau harus melindunginya."
Jumong mengangguk dan tersenyum. "Baik, Guru."
Hae Mo Su: Selama ini kau bersembunyi di sini, ibumu pasti sangat cemas. Pergi dan jenguklah dia. Walaupun kau diusir dari istana, tapi aku yakin kau selalu bisa menemuinya."
Jumong mengangguk. "Ya. Aku akan menyiapkan makanan terlebih dahulu untukmu sebelum pergi."
Hae Mo Su cepat-cepat menolak. "Tidak perlu. Pergilah sekarang. Di jalan pulang, bawakan aku satu guci arak."
Jumong tertawa. "Baik, Guru." Ia berjalan pergi.
"Jumong!" panggil Hae Mo Su. Kau tidak perlu terburu-buru. Jalan pelan-pelan saja. pelan-pelan... dan kembali kemari."
Jumong menjawab ceria. "Ya!" Ia berlari pergi dan menoleh lagi. "Guru!" teriaknya dari jauh. "Aku kan membawakan arak dan daging rusa untukmu! Tunggu aku!"
Hae Mo Su melambaikan tangannya. Jumong tidak menyadari kalau saat itu adalah saat terakhir ia bertemu ayahnya...

Dae So, Young Po, dan pasukannya telah siap menyerang. Pasukan itu berjalan menuju Gunung Chun Mu.
Di lain pihak, Geum Wa, Yoo Hwa, dan pasukannya sedang berada dalam perjalanan untuk menemui Hae Mo Su.

Jumong sudah sampai di kaki bukit. Ia bertemu dengan Mari, Oyi dan Hyeopbo yang sedang berlari-lari panik. "Apa kau baik-baik saja, Kak?"
Jumong tersenyum. "Kenapa kalian semua kemari?"
Mari: Ada ratusan orang prajurit sedang berjalan menuju ke tempat persembunyian.
"Apa?!" ujar Jumong terkejut. Tanpa berpikir panjang, ia berlari sekuat tenaga kembali ke gubuk di padang rumput.

Hae Mo Su menyadari ada orang yang datang. Ia mengeluarkan pedangnya dan melawan para prajurit itu. Prajurit Dae So yang bersenjatakan tombak dan pedang menyerang Hae Mo Su.
Jumong melihat para prajurit itu sedang mengepung dan menyeran Hae Mo Su. Tidak jauh di bukit, ia melihat Dae So dan Young Po berdiri diantara para prajurit.
Jumong berlari hendak menolong Hae Mo Su, tapi Mari, Oyi dan Hyeopbo menahannya.
Mari: Kau terlalu gegabah! Kau tidak boleh pergi!
Jumong: Apa kau tidak lihat?! Guru sedang dalam bahaya!! Aku harus pergi dan menolongnya!! Lepaskan aku!!
"Pangeran!!" Hyeopbo dan yang lainnya berusaha memegang Jumong sekuat tenaga.
Jumong: Lepaskan aku!! Lepaskan aku!!
Oyi kemudian memukul kepala Jumong hingga pingsan.
Hae Mo Su berhasil mengalahkan banyak prajurit seorang diri, namun masih banyak lagi prajurit yang berdatangan. Dae So memerintahkan prajurit pemanah turun tangan.
Prajurit pemanah itu memasang target pada Hae Mo Su dan menembakkan panah ke arahnya. Hae Mo Su terkena panah di dadanya. Satu panah, dua panah, tiga panah... Puluhan panah menusuk tubuh Hae Mo Su. Hae Mo Su tidak berdaya.
Dae So dan Young Po mendekati Hae Mo Su. Mereka tersenyum menang. Dae So mengeluarkan pedang dan menebas Hae Mo Su hingga ia meninggal.
Geum Wa dan Yoo Hwa (seperti biasanya) datang terlambat. Ketika sampai di gubuk itu, mereka hanya bisa melihat mayat Hae Mo Su. (Dae So memerintahkan pasukannya untuk membawa mayat pada prajurit untuk menghilangkan bukti).
Yoo Hwa sangat terkejut dan segera berlari ke arah Hae Mo Su. "Hae Mo Su!" jeritnya seraya menangis.
Geum Wa menangis dan berjalan shock. "Hae Mo Su... Hae Mo Su... Ini Geum Wa..." Geum Wa memeluk Hae Mo Su dan berteriak, "Hae Mo Su!!!"

Jumong sadar. Ia berada di sebuah kamar entah dimana. Ia memegang kepalanya, kesakitan. Tiba-tiba ia teringat. "Apa yang terjadi pada Guru?"
Mari, Oyi dan Hyeopbo menundukkan kepalanya.
Jumong panik, ia menarik baju Mari. "Aku bertanya padamu! Apa yang terjadi pada guru?!!"
Mari: Ia meninggal...
Jumong terdiam sejenak, sangat terkejut. "Minggir!" Ia mendorong Mari dan berlari pergi ke Gunung Chun Mu. Mari dan yang lain mengejarnya.
"Guru!!" panggil Jumong histeris ketika sudah sampai di gubuk. "Guru!!!"
Jumong mencari-cari Hae Mo Su di dalam gubuk dan terus berteriak memanggil, ketakutan. Tapi tidak ada seorang pun di sana. Yang tersisa dari Hae Mo Su hanyalah pedangnya.
Jumong menggenggam pedang Hae Mo Su dan terus menangis.

Geum Wa dan Yoo Hwa membawa mayat Hae Mo Su ke atas tebing. Geum Wa teringat saat dulu ia dan Hae Mo Su berlatih bersama.
Hae Mo Su: Geum Wa, aku ingin meminta sesuatu padamu. Jika aku mati dalam perang ini, tolong jaga Nona Yoo Hwa. Karena aku, ia kehilangan segalanya. Tapi aku tidak bisa memberikan apa-apa untuknya. Tetaplah hidup dan jaga dia.
Geum Wa: Ini adalah hal terbaik yang kau lakukan untuknya.
Hae Mo Su: Dan jika aku mati, jangan kuburkan aku. Letakkan aku di atas gunung yang tinggi dan tinggalkan saja di sana. Dengan begitu, aku akan dimakan oleh burung, dan ketika burung itu terbang pergi ke tempat yang jauh, aku akan ikut terbang bersamanya. Aku juga bisa melihat wilayah kami yang telah hilang...

Yoo Hwa menggenggam tangan Hae Mo Su erat. "Hae Mo Su... Ini Yoo Hwa. Tolong... katakan sesuatu... Hae Mo Su..."
Geum Wa mendekati Yoo Hwa. "Jika kau tidak melepaskan tangan Hae Mo Su, ia akan sulit menempuh perjalanannya yang panjang. Biarkan dia pergi."
Namun Yoo Hwa menolak. Ia ingin tetap berada di sisi Hae Mo Su. Geum Wa memerintahkan pelayannya untuk membawa Yoo Hwa pergi.
Yoo Hwa menangis dan berteriak histeris, "Hae Mo Su!! Hae Mo Su!!" Lalu pingsan.

Yeo Mi Eul bertanya pada Perdana Menteri, "Apa kau tahu siapa yang membunuh Hae Mo Su?" Ia menatap Perdana Menteri, curiga.
Perdana Menteri terdiam, kemudian berkata, "Tebakanmu benar, akulah yang membunuh Hae Mo Su."
Yeo Mi Eul marah dan menggebrak meja. "Kenapa kau melakukan itu? Bukankah aku sudah memperingatkanmu? Jika BuYeo mendapatkan bahaya karena hal ini, bagaimana kau bertanggung jawab?"
Perdana Menteri: Bahaya tidak akan terjadi karena terbunuhnya Hae Mo Su. Justru sebaliknya, bencana akan datang bila ia hidup. Jika Hae Mo Su bertemu dengan Yang Mulia, akan terjadi perang dengan Han.
Yeo Mi Eul: Yang Mulia akan mencari siapa pembenuh Hae Mo Su! Apa yang akan kau lakukan?
Perdana Menteri tersenyum licik. "Mudah membunuhku... Tapi aku yakin ia tidak akan membunuh Pangeran Dae So.
Yeo Mi Eul: Apa maksudmu?
Perdana Menteri: Aku yang memberi ide, dan Pangeran Dae So yang menjalankannya. Yang Mulia tidak akan membunuh anaknya sendiri.

Jumong terpuruk dalam kesedihan. Ia mengira bahwa Dae So sebenarnya ingin membunuhnya. Ia menjadi merasa bersalah atas kematian Hae Mo Su.
Mari, Oyi dan Hyeopbo datang dan membawakan makanan untuk Jumong. Namun Jumong malah berkata, "Hubungan kita... harus berhenti sampai disini. Pergi."
Mari: Pangeran!
Jumong: Guru mati karena aku. Setelah bertemu denganku, ia mati. Kalian akan mengalami nasib yang sama bila berada di dekatku. Pergi.
Oyi: Walaupun kami mati, kami tidak akan kehilangan kesetiaan kami. Kami akan mengikuti Pangeran.
Jumong tersenyum pahit. "Aku tidak pantas mendapatkannya." Jumong bangkit, lalu pergi keluar.

Sama halnya dengan Jumong, Yoo Hwa sangat sedih hingga akhirnya jatuh sakit. Ia hanya berbaring di tempat tidur tanpa makan, minum dan tidak mau bicara. Ketika Wan Hoo menjenguknya, Yoo Hwa sama sekali tidak bergeming.
Wan Hoo berkata dalam hatinya, "Ini belum apa-apa. Penderitaanku selama 20 tahun ini, aku akan membuatmu membayar berkali-kali lipat. Tunggu dan lihat saja. Ini semua baru permulaan."

Jenderal Heuk Chi melaporkan pada Geum Wa bahwa ratusan prajurit dibawa keluar tanpa izin. Ia meminta Heuk Chi memanggil pejabat yang bertanggung jawab atas hal ini. Pejabat itu berkata Young Po-lah yang memerintahkannya.
Young Po kemudian dipanggil menghadap Geum Wa. "Kemana kau pergi membawa pasukan itu?" tanya Geum Wa. Young Po tidak bisa menjawab. "Apa kau pergi ke Gunung Chun Mu?" tanya Geum Wa lagi. "Jawab aku!!"
Young Po berlutut. Tiba-tiba Dae So masuk, dan meminta semua pejabat keluar.
Geum Wa menatap Dae So tajam. "Katakan padaku, apa yang terjadi hari itu?"
Dae So berlutut. "Young Po tidak tahu apa-apa. Akulah yang menyuruhnya membawa 200 prajurit. Akulah... yang membunuh Jenderal Hae Mo Su."
Geum Wa: Apa katamu?
Dae So: Akulah yang membunuh Jenderal Hae Mo Su.
Geum Wa bangkit dan mengambil pedangnya.
Dae So: Aku melakukannya untuk Ayah dan BuYeo.
Geum Wa: Diam!
Dae So: Tolong dengarkan penjelasanku dulu. Aku pernah mendengar Jenderal Hae Mo Su dari Pasukan Da Mul berperang melawan Han. Dan ia adalah sahabat Yang Mulia. Kebanyakan warga BuYeo adalah pengungsi GoJoSeon yang dibebaskan oleh Hae Mo Su. Jika mereka tahu bahwa Hae Mo Su masih hidup, apa yang akan mereka lakukan pada Yang Mulia yang melindungi mereka di BuYeo? Mereka akan memberontak dan Han akan memanfaatkan hal ini untuk menyatakan perang. Jika kesetiaanku ini salah, aku akan menerima hukuman dari Yang Mulia.
Geum Wa hendak membunuh Dae So, tapi ia tidak melakukannya. "Pergi dari hadapanku!!"
Dae So keluar. Perdana Menteri telah menunggunya dan menyatakan kesetiaannya pada Dae So.
Jumong benar-benar merasa kehilangan Hae Mo Su. Ia menghibur dirinya dengan minum-minum dan bermain wanita. So Seo No memberi uang pada Mari agar ia membayar arak dan segala yang dibutuhkan Jumong.
Oo Tae: Luka di hati Jumong hanya bisa sembuh oleh waktu. Sebelum ia sembuh, tolong jaga dia.
Mari mengangguk memberi hormat, lalu pergi. Ia memberi uang itu kepada Mu Song.
Jumong menghabiskan malam bersama gadis-gadis. Ketika terbangun keesokkan paginya, Jumong mengusir gadis itu pergi.
Jumong bangkit dari duduknya dan minum arak. Ia tiba-tiba mengamuk seorang diri dan melempar barang-barang di kamar itu. Jumong menangis dan berteriak-teriak, Bu Young melihatnya dari luar.
"Yang Mulia..." ujar Bu Young sedih. "Kenapa kau hidup seperti ini?"
Jumong: Inilah aku. Aku yang sebelumnya memang seperti ini. Semua orang yang berhubungan denganku akan mendapat bahaya, jadi jangan temui aku lagi.
Bu Young: Yang Mulia...

Do Chi menjual pedang yang dibawa oleh Young Po ke Ok Jo. Young Po tahu bahwa Ok Jo adalah saingan BuYeo, namun dengan sedikit bujukan, Young Po setuju-setuju saja.

Pengawal Geum Wa datang menemui Jumong ketika Jumong sedang berjudi dan memintanya kembali ke istana. "Yang Mulia memerintahkan Pangeran untuk kembali ke istana."
Jumong: Katakan padanya aku masih sangat jauh untuk menjadi pangeran yang sesungguhnya.
Pengawal melaporkan hal ini pada Geum Wa.

Jumong dan Mu Song pulang dari berjudi saat tengah malam. Dalam perjalanan, Han Dong dan beberapa anak buah Do Chi mencegat Jumong. "Bunuh mereka!"
Jumong melawan anak buah Do Chi.
Geum Wa, yang memutuskan untuk menjemput Jumong, sangat terkesan melihat kemampuan bela diri Jumong yang meningkat drastis.

0 comments:

Post a Comment