Jumong - Episode 5

Written by Yui Shinji 0 comments Posted in:

Wan Hoo: Apa yang terjadi. Bukankah kalian bilang dia sudah mati?
Young Po: Aku melihatnya jatuh di lumpur hisap. Tidak mungkin dia bisa keluar dari sana hidup-hidup. Ibu, jangan khawatir. Lain kali kami tidak akan gagal...
Wan Hoo: Jangan hanya bicara! Lakukan sesuatu! Jika kau ingin membunuhnya, bunuh dengan tanganmu sendiri! Apa kau tidak tahu kenapa aku merasa seperti ini? Dae So, walaupun semua orang bilang kau akan menjadi Putra Mahkota, tapi itu hanya karena kau putra sulung. Kau belum menjadi Putra Mahkota yang sebenarnya. Tidak ada yang tahu siapa yang akan dipilih oleh Yang Mulia. Mungkin saja ia menginginkan Jumong yang menjadi penerusnya. Kau mengerti?
Dae So: Ya.
Dae So kemudian memerintahkan Young Po untuk memata-matai Jumong.

Yoo Hwa: Aku tidak pernah mengajarimu bela diri, aku juga tidak pernah mengajarimu politik. Apa kau tahu kenapa?
Jumong: Aku mengerti, ibu. Sejak kecil, aku tahu ibu merasa tersiksa dengan kecemburuan Permaisuri. Aku juga sering menjadi bulan-bulanan kedua kakakku. Mulanya aku berpikir bahwa itu adalah takdir kita. Jadi aku sengaja bersikap penakut. Aku sengaja bersikap seperti orang dungu agar semua orang menganggap aku bodoh dan tidak memperhatikan aku. Aku hidup tanpa memiliki ambisi, dan aku akan terus hidup seperti itu.
Yoo Hwa: Kita tidak akan hidup seperti itu lagi. Aku akan menjadikanmu Putra Mahkota dan menjadi penerus tahta.
Jumong terkejut. "Ibu.. Apa itu mungkin?"
Yoo Hwa berkata tenang, "Alasan Dae So menjadi putra mahkota hanya karena ia adalah putra sulung. Kau harus menjadi raja dan menyelesaikan tugas besar. Inilah alasan aku menyembunyikan perasaanku dan hidup tenang dibawah tekanan.
Jumong: Apa tugas besar itu, ibu?
Yoo Hwa: Kau akan tahu jika waktunya sudah tepat. Permaisuri dan Dae So berusaha membunuhmu, jadi kau harus bisa melindungi diri.
Jumong, Yoo Hwa dan Mu Duk (pelayan Yoo Hwa) pergi keluar istana diam-diam. Mereka bertemu dengan seorang pria gemuk berjenggot yang bernama Mu Song. Mu Duk berkata bahwa Mu Song adalah kakaknya. Mu Song dipanggil untuk melatih Jumong bela diri. Ia adalah kepala penjara BuYeo dan suka minum-minum. Mu Duk tidak memberi tahu identitas asli Jumong, namun memberi tahu bahwa Jumong adalah putra seorang bangsawan. Jumong juga tidak memberi tahu nama aslinya."Namaku Chu Mo." kata Jumong berbohong. Pelajaran pertama, Mu Song menyuruh Jumong berlari ke puncak gunung di seberang dan kembali lagi agar tangan Jumong menjadi lebih kuat.
Jumong ragu apakah Mu Song bisa benar-benar mengajarinya bela diri. Mu Song hanya tidur-tiduran dan minum-minum ketika bersama Jumong. Mu Song sadar hal itu. Ia lalu menambal kayu yang sudah patah agar jika dipukul, kayu tersebut bisa langsung patah.
Satu bulan sudah berlalu dan Jumong hanya disuruh mondar-mandir ke puncak gunung seberang. Habis sudah kesabaran Jumong.
Jumong: Bangun! Bangun kataku! Selama satu bulan aku hanya lari ke puncak gunung itu! Kapan kau akan mengajari aku bela diri? Apa kau punya kemampuan bela diri Aku tidak mempercayaimu lagi!
Mu Song: Kau bertanya apa aku punya kemampuan bela diri? ikut aku!
Mu Song mengajak Jumong ke penjara rahasia di tengah hutan. Mu Song mengatakan itu penjara rahasia dan tidak ada yang tahu tentang keberadaan penjara itu, bahkan Yang Mulia. Penjara rahasia itu tidak lain adalah sebuah gua di tengah hutan.
Mu Song mulai memperagakan ilmu bela dirinya yang konyol. Jumong meremehkan. Tiba-tiba Mu Song memukul sebuah kayu dan kayu itu langsung patah. Jumong terkejut dan berlatih memukul-mukul kayu. Ia berlatih sendiri, Mu Song tidur. Bisa dibilang, Jumong berlatih bela diri dengan otodidak karena Mu Song sama sekali tidak pernah mengajarinya.

Para pejabat diberi kabar bahwa para pandai besi telah menemukan senjata baru. Geum Wa dan pejabat lain langsung datang ke bengkel pandai besi. Ketua bengkel itu adalah seorang pria cukup tua bernama Mo Pal Mo.
Mo Pal Mo: Ini adalah pedang terbaik yang berhasil kami buat, Yang Mulia.
Geum Wa melihat pedang itu dengan seksama. Ia memerintahkan Perdana Menteri untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk menguji kekuatan pedang itu.

Di lain sisi, rombongan pedagang Gyeh Ru tiba di BuYeo. So Seo No dan rombongan pulang dengan selamat. Yeon Ta Bal menyambut mereka. "Bagaimana perjalanan kalian?" tanyanya.
Ayah Oo Tae, Gye Pil: Nona sangat keras kepala! Dia nyaris membuat kami semua terbunuh!
Oo Tae: Kami membawa garam dan sutera dari Okjo dan menjualnya di Heng In. Nona sangat cerdik sehingga kita bisa mendapatkan keuntungan dua kali lipat.
Yeon Ta Bal: Bagus sekali.
So Seo No tersenyum puas.

Gye Pil menceritakan perjalanannya pada Yeon Ta Bal dengan sangat antusias. "Letak Okjo dan Heng In sangat jauh. Biasanya kita menempuhnya selama 15 hari, tapi Nona membuatnya menjadi 10 hari! Kami diserang oleh bandit, tapi Nona sama sekali tidak takut! Aku tidak akan pernah lagi pergi berdagang dengan Nona!"
Yeon Ta Bal langsung memandangnya. "Oh, So Seo No akan menjadi penerusku sebagai kepala klan ini. Jika kau tidak berdagang, kami tidak punya ruang untukmu."
Gye Pil bingung, terkejut dan panik sekaligus. "Waduh, bagaimana ini?"
Yeon Ta Bal melakukan pendekatan pada Ye Mi Eul agar ia bisa melakukan transaksi dengan Raja Geum Wa. "Jalan tercepat untuk bertemu dengan Raja Geum Wa adalah melewati Yeo Mi Eul."
Yeon Ta Bal mendatangi Yeo Mi Eul setelah Ye Mi Eul selesai bersemedi di air terjun.
Ye Mi Eul: Apa yang kau inginkan?
Yeon Ta Bal: Tolong beritahu nasibku. Apa yang aku inginkan adalah kemampuan untuk membeli dan menjual sebuah negara.
Ye Mi Eul: Datang dan temui aku di Kuil Ramalan di istana.

Geum Wa, Permaisuri, Lady Yoo Hwa, para pangeran dan para pejabat berkumpul di lapangan istana untuk menonton percobaan pedang baru Mo Pal Mo. Dua orang prajurit dengan pedang yang berbeda bertarung. Satu prajurit memakai pedang Han dan yang lain memakai pedang Mo Pal Mo. Tiba-tiba Dae So berkata bahwa ia ingin menguji pedang buatan Mo Pal Mo. Ia meminta Jumong menjadi lawannya dengan memakai pedang Han.
Yoo Hwa dan Jumong terkejut. Jumong memenuhi permintaannya. "Aku bersedia." kata Jumong. Yoo Hwa khawatir, namun Jumong mengatakan padanya agar jangan khawatir.

Jumong bertanding melawan Dae So. Dae So berbisik pada Jumong, "Tenang saja, aku tidak akan membunuhmu."
Dae So agak terkejut mengetahui bahwa Jumong bisa sedikit bela diri. Namun kemampuan Dae So masih di atas Jumong. Dae So menyerang dengan pedang sementara Jumong menangkis dengan pedangnya. Pedang Dae So patah dan pedang Jumong menjurus ke leher Dae So. Mo Pal Mo langsung berlutut. "Maafkan aku, Yang Mulia! Aku telah mengecewakanmu!"

Young Po: Ilmu bela diri Jumong masih kalah denganmu, kak!
Dae So: Aku menyuruhmu untuk memantau Jumong. Aku yakin dia sedang mempelajari ilmu bela diri. Walau masih dasar, ia jelas sedang berlatih.
Young Po: Aku memantaunya, kak, tapi aku tidak tahu tentang ini.
Dae So: Bagaimana kita menghabisinya kalau begini saja kau tidak bisa?! Cari tahu dimana dan dengan siapa dia berlatih!

Permaisuri Wan Hoo memanggil Yoo Hwa ke ruangannya. Ia memanggil seorang pendongeng untuk menceritakan sebuah cerita untuk mereka. "Ia terkenal di kalangan masyarakat karena menceritakan cerita yang bagus. Aku sengaja memanggilnya ke sini." ujar Wan Hoo pada Yoo Hwa. Ia berpaling pada pendongeng dan bertanya, "Cerita apa yang ingin kau ceritakan pada kami?"
Pendongeng: Aku akan bercerita tentang seorang pahlawan yang terlupakan oleh zaman.
Wan Hoo: Siapakah pahlawan ini?
Pendongeng: Ini cerita tentang seorang pria yang berusaha mengembalikan kejayaan GoJoSeon dengan berperang melawan Negara Han, Jenderal Hae Mo Su.
Yoo Wa sangat terkejut dan wajahnya menjadi pucat pasi.
Wan Hoo tertawa: Aku ingat nama itu. Ada seorang pria bernama Hae Mo Su bertahun-tahun yang lalu. Ceritakan pada kami.
Pendongeng: Karena menyembunyikan Jenderal Hae Mo Su, klan Nona Yoo Hwa dihabisi. Ia menjadi satu-satunya orang yang selamat. Setelah berhasil kabur dari tangan Negara Han, ia bertemu kembali dengan Hae Mo Su. Langit telah menetapkan takdirnya. Ia mengandung anak Jenderal Hae Mo Su. Tapi, sebelum anaknya lahir, Jenderal Hae Mo Su ditangkap oleh Han dan menghembuskan napas terakhir secara tragis.
Wan Hoo: Lalu apa yang terjadi pada Nona Yoo Hwa dan anaknya?
Pendongeng: Aku tidak tahu. Ia mungkin membesarkan anaknya di suatu tempat. Suatu saat nanti, keturunan Hae Mo Su akan muncul dan berperang melawan Han.
Wan Hoo: Beraninya kau! Putri klan HaBaek dalam ceritamu itu adalah Lady Yoo Hwa, yang duduk di depanmu! Ia adalah selir yang Mulia dan bahkan memberi Yang Mulia seorang putra! Beraninya kau mempermalukan dia di depan semua orang!
Pendongeng bersujud pada Yoo Hwa. "Yang Mulia, cerita ini sudah kuceritakan pada orang lain.. Tolong ampuni aku!"
Yoo Hwa membela Pendongeng itu. "Ia hanya menceritakan cerita yang tidak berbahaya. Ampuni nyawanya."
Yoo Hwa kembali ke ruangannya dengan wajah pucat pasi. Wan Hoo tertawa menang.

Yeon Ta Bal mengunjungi Yeo Mi Eul.
Yeo Mi Eul: Apa sebenarnya tujuanmu mendekati aku?
Yeon Ta Bal: Tujuan? Aku tidak punya tujuan apa-apa.
Yeo Mi Eul: Kau membawakan hadiah yang sangat berharga, apa yang kau minta sebagai balasan?
Yeon Ta Bal tertawa: Bertemu dengan Peramal seperti Anda adalah kehormatan dan keuntungan yang sangat besar untukku.
Yeo Mi Eul menatapnya curiga.

Jumong keluar istana diam-diam untuk berlatih. Ia merasa ada seorang pria yang mengikutinya, lalu ia berlari menghindari pria itu. Di lain pihak, So Seo No dan Oo Tae sedang berjalan-jalan di pasar. So Seo No melihat Jumong, namun Jumong tidak melihatnya karena sibuk menghindari pria yang mengikutinya.
Jumong berhasil lolos dan pergi ke penjara rahasia untuk berlatih. Jumong iseng ingin melihat-lihat siapa yang dikurung dalam penjara itu. Ia dan Mu Song memberi makanan pada para tahanan yang dikurung bersama di sel besar. Setelah selesai membagikan makanan, Mu Song bilang masih ada satu penjara lagi.
Mu Song: Cho Mo, kau tunggu saja di sini. Aku akan ke sana sendiri.
Jumong: Kenapa?
Mu Song: Kau tidak bisa ke sana.
Jumong: Memangnya siapa yang dikurung di sana?
Mu Song: Aku tidak tahu siapa para tahanan di sini, atau alasan kenapa mereka dikurung. Tahanan yang satu ini diberi penjagaan khusus, bahkan sebelum aku bekerja di sini. Jadi, kau tunggu di sini saja.
Tapi Jumong tidak mau mengalah begitu saja. Ia menarik Mu Song. "Jika kau tidak memberi tahu orang lain, siapa yang akan tahu?" bujuk Jumong. "Aku ingin ke sana denganmu."
Mu Song menyerah. "Ikuti aku." katanya seraya berjalan menuju penjara khusus. Ia mengambil obor dan membuka gembok.
Seorang pria tua duduk diam di atas papan tempat tidurnya. Jumong menatapnya lekat-lekat dari samping.
Di tempat lain, Geum Wa mendapat mimpi tentang Hae Mo Su yang datang meminta pertolongannya. Geum Wa terbangun kaget. Geum Wa bergegas menemui Yeo Mi Eul untuk menceritakan mimpinya. "Baru kali ini aku bermimpi tentang Hae Mo Su." katanya cemas. "Ia memintaku untuk menolongnya."
Yeo Mi Eul menunduk. "Itu hanya mimpi, tidak berarti apa-apa." katanya menenangkan, namun ada kecemasan di raut wajahnya.
Geum Wa tidak bisa tenang. "Hae Mo Su mendatangi aku untuk mengingatkan janjiku padanya. Pilihlah hari yang baik untukku. Aku ingin melakukan berdoa untuk Jenderal Hae Mo Su."
Jumong pulang ke istana dan mengunjungi ibunya. Jumong agak diam. Yoo Hwa bertanya apakah Jumong memikirkan sesuatu. Jumong kemudian menceritakan tentang penjara rahasia tempat Mu Song bekerja di gua di Gunung Soo Mi dan tidak ada orang yang tahu tentang tempat itu.
Yoo Hwa mengangguk. "Lalu, siapa yang dikurung di sana?"
Jumong: Mu Song sendiri juga tidak tahu siapa mereka atau karena alasan apa mereka dikurung. Ada seorang pria yang sudah dikurung selama bertahun-tahun."
Yoo Hwa: Kejahatan apa yang telah dilakukannya sampai dia dikurung bertahun-tahun?
Jumong berpikir sejenak. "Aku melihat seorang tahanan yang aneh. Kejahatannya pasti sangat besar hingga ia harus dikurung di dalam kurungan besi. Rambutnya sangat putih ditengah kegelapan, dan kedua matanya buta."
Yoo Hwa terdiam dan terkejut. Jumong melanjutkan, "Tapi yang paling aneh adalah ketika aku melihat matanya, aku seperti terkena sambaran petir. Sampai sekarang pikiranku masih terbayang-bayang pria itu."
Yoo Hwa teringat ketika ia melihat Hae Mo Su diikat di alun-alun Hyeon To City dan kedua mata Hae Mo Su buta. "Kau bilang kedua matanya buta?" tanya Yoo Hwa.
Jumong: Benar.
Yoo Hwa: Apa kau tahu hal lain tentang pria itu? Siapa dia atau kejahatan apa yang dilakukannya?
Jumong: Bahkan Mu Song saja tidak tahu, mungkin akan sulit untuk mencari tahu.
Jumong melihat wajah ibunya yang cemas, lalu bertanya, "Apa ibu tahu siapa dia?"
Yoo Hwa menggeleng cepat. "Tidak. Beristirahatlah.
Jumong keluar dari ruangan ibunya. Yoo Hwa berkata pada dirinya sendiri, "Tidak mungkin. Itu tidak mungkin."
Yeo Mi Eul meminta Perdana Menteri untuk datang menemuinya. Yeo Mi Eul terlihat cemas. "Perdana Menteri, Hae Mo Su masih hidup." ujar Yeo Mi Eul.
Perdana Menteri sangat terkejut. "Apa katamu?" serunya. "Kau bilang, Hae Mo Su masih..."
Yeo Mi Eul mengulangi. "Ia masih hidup. Suatu ketika, ia datang ke BuYeo..."
Yeo Mi Eul teringat hari ketika pengawal memberi tahu bahwa Hae Mo Su datang ke BuYeo dan prajurit itu mengurungnya dalam penjara. Yeo Mi Eul memutuskan untuk tidak membunuh Hae Mo Su karena itu adalah keinginan langit. hae Mo Su akan mati jika takdir berkata demikian. Ia memenjarakan Hae Mo Su. Tidak ada orang lain yang tahu selain Yeo Mi Eul, dan kini Perdana Menteri.
Yeo Mi Eul dan Perdana Menteri memutuskan untuk pergi ke penjara rahasia untuk melihat Hae Mo Su. Di lain pihak, Jumong masuk ke penjara pria buta. Jumong berjalan mendekati pria itu sambil memegang obor, ingin melihat pria itu lebih jelas.
Jumong menatapnya lekat-lekat. "Siapa kau?" tanyanya. "Kejahatan apa yang sudah kau lakukan hingga kau dikurung di sini?"
Pria buta itu menjawab tanpa menoleh. "Berapa lama aku dikurung... atau alasan kenapa aku di sini... aku tidak tahu. Selama aku di sini, aku berpikir tentang itu... tapi aku tetap tidak tahu."
Mu Song mengantar Perdana Menteri dan Yeo Mi Eul ke sel besar tempat para tawanan lain dikurung.
Pria buta itu menggerakkan sedikit kepalanya. "Kau bertanya siapa aku? Sekarang... Aku sudah lupa siapa aku."
Jumong menatap pria buta itu.

0 comments:

Post a Comment